Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Presiden Jokowi mencoba menekan impor produk-produk elektronika antara lain AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop. Hal ini untuk melindungi industri di dalam negeri yang produksinya belum maksimal, tapi impor malah tinggi.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Priyadi Arie Nugroho mengungkapkan, utilisasi produksi AC di dalam negeri pada tahun 2023 hanya sebesar 43%. Hal ini berdasarkan data SIINas pada tahun 2023 yang menyebutkan kapasitas produksi untuk produk AC sebesar 2,7 juta unit dan realisasi produksi hanya sekitar 1,2 juta unit.

Sementara itu, data Laporan Surveyor menyebut impor produk AC pada tahun 2023 menembus angka 3,8 juta unit. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan industri elektronika di tanah air agar bisa berdaya saing, maka diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.

“Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia, khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,” kata Priyadi dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (9/4/2024).

Pengaturan arus impor ini, kata Priyadi, sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada tahun 2023 yang masih menunjukkan defisit. Maka dari itu, berdasarkan pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dalam Permenperin 6/2024, dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.

“Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya,” sebutnya.

Priyadi menyatakan, pihaknya memahami bahwa tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan.

“Perlu diketahui dan ditekankan bersama, bahwa dengan diterbitkannya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini, bukan berarti bahwa pemerintah anti-impor, namun lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri,” terang dia.

Merujuk Permenperin 6/2024, dari pemberlakuan tata niaga impor ini, diharapkan bagi produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.

Sedangkan, bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.

“Sementara itu, bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri,” jelasnya.

Priyadi mengatakan bahwa pihaknya berharap pengaturan impor ini dapat meningkatkan utilisasi produksi AC di dalam negeri.

“Permenperin tersebut pun disambut baik oleh para produsen elektronika di dalam negeri. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya beberapa surat resmi yang diterima pemerintah, dari asosiasi produsen di dalam negeri yang menyatakan dukungannya,” pungkas Priyadi.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Cara Lama Ini Bisa Selamatkan RI dari ‘Kutukan’ Impor LPG


(hoi/hoi)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *